Benteng Kartosuro Dirobohkan, Sukoharjo Darurat Bencana Cagar Budaya

Sukoharjo - Tanpa basa-basi, mendadak tembok kuno yang diduga bekas bangunan Kraton Kartasura dijebol. Publik pun dibuat geger. Sebagian juga sangat geram. Terutama kalangan pecinta budaya, sejarah, serta para pemerhati benda-benda dan kawasan cagar budaya. Lalu mengapa tindakan memprihatinkan tersebut bisa terjadi?

Sebuah mesin bego berwarna biru, dengan garangnya menjebol sebuah tembok unik beberapa hari lalu (21/04/2002). Yaitu sebuah tembok yang diduga merupakan pagar kuno. Atau menjadi satu rangkaian, dengan tembok besar dari bangunan bersejarah kraton Kartosuro. Tepatnya berda di lokasi Kampung Krapyak Kulon, Kartosuro, Sukoharjo, Jawa Tengah.

Dikatakan kuno dan unik, karena ketebalan tembok itu sangat spesial. Yaitu sekitar 1,7 meter dengan tinggi sekitar 3 meteran. Bahkan juga disusun dari batu-bata kuno yang juga tebal. Dan diduga kuat juga belum mengenal teknologi semen.

Dengan kata lain, tembok tersebut bisa dikatakan sebagai Obyek Yang Diduga Sebagai Benda Cagar Budaya (ODCB). Pagar tembok tersebut berada di sisi barat dari komplek bangunan yang diduga bekas kraton Kartosuro. Atau tepatnya di sisi selatan dari komplek pemakaman umum Gedong Obat.

Ternyata posisi atau letak tembok pagar tersebut, berada di dalam lahan milik seorang warga setempat. Wakil keluarga pemilik lahan, yaitu Santi dan Burhanudin, mengatakan bahwa letak tembok yang dirobohkan berada dalam patok wilayah tanahnya. Lahan tanah itu sendiri, memang sudah berstatus sertifikat hak milik.

Kami sekeluarga tidak tahu, kalau ternyata tembok yang kami robohkan merupakan benda cagar budaya yang harus dilindungi. Karena di sini belum ada papan nama tentang benda cagar budata itu,” ujar Santi saat dikonfirmasi beberapa awak media sehari setelah penjebolan tembok tersebut.

Kami sekeluarga tidak tahu, kalau ternyata tembok yang kami robohkan merupakan benda cagar budaya yang harus dilindungi. Karena di sini belum ada papan nama tentang benda cagar budata itu,” ujar Santi saat dikonfirmasi beberapa awak media sehari setelah penjebolan tembok tersebut.

Penjebolan tembok tersebut, terkait dengan rencana pemilik lahan untuk membangun tempat tinggal. Serta sebuah bangunan bengkel yang aksesnya menghadap ke barat. Sehingga sebagai akses pintu masuk dari jalan, terpaksa menjebol tembok kuno tersebut. Saking besar dan tebalnya tembok, hingga didatangkan alat berat bego untuk merobohkannya.

Tentu saja, masyarakat menjadi geger. Selama ini, masyarakat sudah menganggap bahwa bangunan tembok itu adalah bangunan cagar budaya. Atau bangunan kuno bersejarah. Sehingga harusnya wajib dilindungi oleh semua elemen masyarakat atau semua pihak. Terutama oleh pihak pemerintah. Baik pusat ataupun pemerintah daerah.

Sampai saat ini, suara keprihatinan masih terus diserukan oleh banyak pihak. Baik dari masyarakat, tokoh budaya, hingga pihak pemerintah daerah Sukoharjo sendiri. Bahkan Bupati Sukoharjo sendiri sampai harus datang langsung ke lokasi. Untuk melihat langsung kondisi tembok yang dijebol tersebut pada Sabtu siang kemarin (23/04/2022).

Proyek pembangunan atau penjebolan tembok itu sendiri, akhirnya dihentikan. Bahkan di lokasi telah dipasang garis polisi oleh aparat. Namun tentu saja, bangunan tembok itu sudah terlanjur dijebol. Lepas dari alasan sing pemilik lahan yang nekat menjebol, ada beberapa fakta menarik yang perlu dikritisi bersama oleh semua pihak. Bahkan wajib menjadi bahan apresiasi bersama.

Khususnya bagi Pemerintah Kabupaten Sukoharjo, serta dinas terkait seperti Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sukoharjo. Juga Dinas Kebudayaan Provinsi, BPCB (Balai Pelestari Cagar Budaya) Jateng, dan termasuk Kementrian Kebudayaan Pusat. Kemana mereka semua selama ini,” ujar Dr. BRM Kusumo Putro SH, MH (48), ketua Yayasan Forum Budaya Mataram (FBM), yang juga ketua dari DPPSBI (Dewan Pemerhati dan Penyelamat Seni Budaya Indonesia) saat dikonfirmasi tentang kejadian menghebohkan tersebut.

Menurutnya, di satu sisi sebenarnya sangat tidak masuk akal, jika si pemilik lahan mengaku tidak mengetahui bahwa tembok itu merupakan bangunan atau benda bersejarah (cagar budaya). Meskipun memang di lokasi tidak ada atau belum dipasang papan nama secara resmi.

“Karena masyarakat awam saja juga sudah tahu. Bahwa bentuk tembok itu saja sudah unik, atau sangat luar biasa wujudnya,” ujarnya setengah geram.

Namun ia justru lebih menyoroti kepada kinerja pemerintahan. Baik pemerintah Kabupaten Sukoharjo ataupun pusat. Karena dari data saat ini . Terdapat beberapa fakta mengejutkan tentang status dari bangunan, yang diduga bekas tembok Kraton Kartosuro di masa silam tersebut.

Dikutip dari web atau laman resmi cagarbudaya.kemdikbud.go.id. ternyata bekas bangunan Kraton Kartosuro tersebut, statusnya masih verifikasi. Atau dengan kata lain belum secara resmi ditetapkan menjadi benda cagar budaya, yang harus dilindungi oleh Undang-Undang.

Sejak didaftarkan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sukoharjo, pada tanggal 27 Mei 2015 silam, ternyata sampai detik ini belum ada SK penetapan dengan bukti nomer register sebagai Cagar Budaya,” papar Kusumo Putro saat ditemui pada hari Sabtu siang kemarin (23/04/2022).

Pendaftaran dengan nomer ID F02015052700089 tersebut jelas sudah berjalan hingga tujuh tahun lamanya. Anehnya kenapa sampai sekarang belum ada penetapan sebagai benda cagar budaya. Hal ini tentu menjadi tanya-tanya besar.

Jika sebuah obyek belum mendapatkan penetapan sebagai benda cagar budaya. Dan dibuktikan dengan penetapan nomer register, maka statusnya masih ODCB (Obyek Diduga Cagar Budaya).

Memang di sisi  timur dari pagar tembok bekas Kraton Surakarta, terdapat papan nama bahwa komplek tersebut adalah situs cagar budaya. Namun hanya berwujud papan biasa yang belum resmi ada tanda register dari pihak BPCB setempat (Jateng).

“Hal itu tentu menjadi keprihatinan kita bersama. Karena jika sebuah obyek sudah ditetapkan secara resmi, maka tentu semua pihak tidak berani main-main dengan ketetapan dari negara itu. Dan tentu saja ada sanksi hukum bagi semua saja yang melanggar. Termasuk merusak ataupun mengubah dan memindah obyek cagar budaya tersebut,” jelas Kusumo masih dengan nada geram.

Satu hal lagi yang juga aneh. Bahwa beberapa tempat yang menjadi kawasan atau benda cagar budaya, sudah ditetapkan secara resmi. Juga dengan bukti register yang jelas. Misalnya bangunan Kraton Kasunanan Surakarta serta Pura Mangkunegaran di kota Solo.

Padahal dari nilai sejarah, jelas kedua bangunan tersebut jauh lebih muda umurnya. Terutama jika dibandingkan dengan bangunan Kraton Kartosuro yang sama-sama sarat dengan jejak sejarah perjalanan dinasti Mataram Islam.

Termasuk juga masjid kuno Hastana di dalam komplek bekas Kraton Kartosuro, sampai saat ini belum ditetapkan menjadi benda cagar budaya dengan bukti register dari pemerintah. Jika melihat dari kenyataan itu, tentu menjadi hal yang sangat aneh. Kenapa pemerintah tidak cepat bergerak.

Terlebih pemerintah Kabupaten Sukoharjo. Mengapa setelah mendaftar, hanya diam dan menunggu. Seharusnya bisa mengawal dan mendorong pihak terkait agar segara menetapkan, bahwa bekas bangunan Kraton Kartosuro sebagai situs cagar budaya secara resmi,” ujarnya.

Hal tersebut juga diakui oleh Camat Kartosuro setempat, yaitu Joko Miranto. Bahwa bangunan yang diduga bekas Kraton Kartosuro tersebut, memang sejak tahun 2015 baru didaftarkan ke Dinas terkait. Dan belum mendapat ketetapan resmi.

Namun ia berharap agar masyarakat tidak gegabah dalam menyikapi keberadaaan benda-benda di sekitarnya. Apalagi yang secara fisik saja, sudah tentu mempunyai sejarah penting. Dan hal itu tentu mengarah ke obyek atau benda cagar budaya.

Di tempat terpisah Dr. BRM Kusumo Putro SH, MH, juga menambahkan, seharusnya begitu sebuah obyek benda diduga kuat mempunyai nilai sejarah tinggi, pemerintah secara sinergi langsung melindunginya dengan ketetapan dan UU Cagar Budaya yang berlaku.

“Jika sudah diberi papan nama secara resmi, serta ditetapkan menjadi benda cagar budaya, jaminan akan keberadaannya semakin kuat. Dan pihak manapun tentu akan berpikir seribu kali jika akan merusak atau mengubahnya. Karena ada ancaman hukuman yang tidak main-main,” terang Kusumo.

Jadi jika bangunan bekas Kraton Kartosuro belum ditetapkan secara resmi menjadi benda cagar budaya, hal itu dianggapnya menjadi kelalaian oleh pemerintah. Pemerintah baik Kabupaten Sukoharjo ataupun pihak-pihak terkait lainnya, seperti pemerintah Provinsi ataupun BPCB dianggapnya abai, atau kurang perduli dengan hal tersebut.

Padahal selama ini, pemerintah tengah gencar-gencarnya mengkapanyekan tentang pelestarian serta perlindungan cagar budaya. Lebih ironis lagi, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo, sampai saat ini juga belum mempunyai tim TACB (Tim Ahli cagar Budaya). Berbeda misalnya dengan wilayah lain yang sudah sejak lama mempunyai tim TACB.

Dengan adanya TACB, tentu gerakan atau kegiatan melestarikan, serta melindungi benda-benda cagar budaya bisa lebih cepat direalisasi, tanpa harus menunggu penelitian ataupun ekplorasi dari BPCB pusat.

“Kenyataan bahwa Kabupaten Sukoharjo belum mempunyai tim TACB saja sudah merupakan hal yang sangat ironis dan memprihatinkan. Bahkan seharusnya memalukan. Hal ini mengingat di wilayah Sukoharjo masih banyak tersebar ratusan artefak, ataupun obyek benda-benda yang diduga merupakan benda cagar budaya,” terang Kusumo.

Di sisi lain, ia juga berharap pemerintah tidak pernah hitung-hitungan biaya dalam hal pelestarian cagar budaya. Karena benda cagar budaya merupakan saksi bisu sejarah perjalanan besar bangsa ini. Serta merupakan peninggalan peradaban bangsa yang masih tersisa. Juga sangat penting artinya bagi kepentingan banyak ilmu pengetahuan. Termasuk nilai pragmatis terkait sektor ekonomi dan kepariwisataan.

Akhirnya Kusumo meminta agar Pemerintah Kabupaten Sukoharjo segera menindak-lanjuti masalah tersebut dengan segera bersinergi dengan pihak terkait termasuk Kementrian.

“Yaitu agar segara menetapkan kawasan dan benda-benda di dalam bangunan bekas Kraton Kartasura, agar segera dietatapkan menjadi benda dan kawasan cagar budaya. Tentunya dengan bukti resmi nomer register yang dikeluarkan. Sehingga masyarakat luas akan tahu, bahwa kawasan atau benda di bekas Kraton Kartosuro tersebut merupakan benda cagar budaya yang sangat dilindungi oleh Undang-Undang,” tegasnya.

majalahkisahnyata.com / rep

Lebih baru Lebih lama
Post ADS 1